Selasa, 05 Oktober 2010

underwater paradise Gebe Island


Pulau Gebe di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara (Malut), dinilai layak dijadikan objek wisata bahari bawah laut di daerah tersebut.
Bupati Halteng, Al Yasin Ali ketika dihubungi di Ternate, Rabu, menyatakan, kondisi terumbu karang di perairan laut Gebe segugus dengan terumbu karang di Kabupaten Raja Empat Provinsi Irian Jaya Barat.
Gugusan tersebut, lanjutnya, melahirkan berbagai terumbu karang dan objek yang memiliki berbagai keindahan bawah laut sehingga hal itu menjadi asset berharga bagi pengembangan pariwisata di Halteng.
Bupati Yasin menyebut kurang lebih 300 jenis karang berada di Pulau Gebe. Jenis terumbu karang tersebut rata-rata mirip dengan terumbu karang yang berada di Kepulauan Raja Empat Papua.
“Karenanya saya melihat Pulau Gebe cocok dijadikan objek wisata bawah laut di Halteng. Apalagi dari sisi sarana prasaran cukup memadai,” katanya.
Menurut Yasin, dalam mempromosikan potensi wisata di Kabupaten Halteng pihaknya telah melakukan beberapa langkah penting seperti upaya promosi ke luar daerah.
Akan tetapi, untuk saat ini Pemkab Halteng masih menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur.
“Tetapi lima tahun kedepan pemkab sudah memfokuskan penggarapan sumber PAD termasuk sektor pariwisata,”ujar Yasin.
Menurut dia,  selain potensi wisata bawah laut, Palau Gebe merupakan pulau yang memiliki potensi perikanan cukup besar. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil perikanan di Kecamatan Gebe yang selalu menunjukan peningkatan cukup segnifikan.
Ia juga berpendapat Pulau Gebe merupakan daerah yang memiliki banyak potensi dan patut untuk dioptimalkan.

Manusia purba di Pulau Gebe sejak 14.000 tahun yang lalu (Bellwood, 1996 : 280)

Maluku Utara merupakan pintu masuk manusia purba sejak jaman Pleistosen Akhir. Dari Maluku Utara baru kemudian menyebar ke selatan sampai NTT, ke barat sampai Sulawesi dan ke timur sampai Kepulaun Pasifik (Bellwood, 1996 : 278 -279). Bukti peninggalan manusia purba di Maluku Utara adalah adanya gua-gua hunian masa prasejarah (rock shelter) yang tersebar di Morotai, Halmahera Selatan dan Pulau Gebe. Penelitian oleh Bellwood membuktikan bahwa gua-gua di daerah Morotai Selatan (Tanjung Pinang dan Daeo) sudah dihuni manusia purba sejak 14.000 tahun yang lalu (Bellwood, 1996 : 280). Pada gua Tanjung Pinang bahkan ditemukan adanya temuan rangka manusia purba. Pada situs pulau Gebe dan gua Siti Nafisah di Halmahera Selatan ditemukan bekas-bekas kegiatan manusia sejak masa pra tembikar. Beberapa temuan dari situs-situs di atas menunjukkan adanya kegiatan manusia dan aktifitas mereka pada masa itu.

Pulau Gebe Dan Tidore

 
“Madero toma jaman yuke ia gena e jaman “Jou Kolano Mansyur” Jou Lamo yangu moju giraa2 maga i tigee Jou Kolano una Mantri una moi2 lantas wocatu idin te ona: Ni Kolano Jou Ngori ri nyinga magaro ngori totiya gam enareni, tiya Mantri moi2 yo holila se yojaga toma aman se dame madoya.

Ngori totagi tosari daerah ngone majoma karena daerah ngone enareni yokene foli, kembolau gira toma saat enarige ona jou Mantri moi-moi yo marimoi idin enarige, lantas Jou Kolano una rigee wotagi wopane oti isa toma Haleyora (Halmahera) wodae toma rimoi maronga Sisimaake wouci kagee lalu wotagi ine toma Akelamo lantas kagee wotomake jarita yowaje coba Jou Kolano mau hoda ngolo madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma lolinga madomong kataa, gena e lebe laha Jou Kolano nowako koliho mote toma lolinga karena kagee seba foloi.


Lantas gaitigee Jou Kolano wowako sewolololi ino toma lolinga majiko wotagi ia toma Bobaneigo lantas gaitigee womaku tomake se Jou Kolano Ternate, “Jou Kolano Komala” Gira Jou Kolano ona ngamalofo rigee yo maku yamu rai se yo maku sawera sewowaje, Jou Kolano Ternate tagi turus ia toma Kao, Jou Kolano Tidore woterus toma Lolobata, Bicoli, Maba se Patani.
Lantas kagee Jou Kolano wolahi Kapita2 kagee toma Maba, Buli, Bicoli se Patani ona yomote una terus toma Gebe la supaya yohoda kiye mega yoru-ruru, yo bapo ino uwa, toma Gebe madulu se I ronga “Papua”.
Gira2 tigee ona Kapita moi2 yomote Jou Kolano ine toma Gebe lalu turus toma Salawati, Waigeo, Waigama, Misowol (Misol), terus ine toma Papua Gam Sio, se Mavor Soa-Raha. Raisi karehe Jou Kolano se ona Kapita ona rigee yowako rora tulu toma Salawati, wotia Kapita hamoi se woangkat una wodadi Kolano kagee, hamoi yali toma Waigeo, hamoi yali toma Waigama, se hamoi yali toma Masowol (Misol). Kapita-kapita ngaruha onarigee Jou Kolano woangkat ona yodai Kolano teuna ipai maalu gena e mangale Kolano Ona Ngaruha rigee ngapala Kapita Patani, ona ngaruha yoparentah yodo toma Papua Gam Sio se Mavor Soa Raha”.

Terjemahan (Admin) :_
“Bahwa pada masa dahulu kala, masa kekuasaan Sultan Tidore yang bernama “Mansyur“, dimana daerah kekuasaannya belum/tidak luas, maka beliau berfikir, bahwa wilayah Kerajaan di Tidore pada masa itu memang terlalu kecil yakni hanya di pulau Tidore. Beliau menetapkan untuk keluar mencari daerah tambahan. Para Menteri beliau berhadap dan titah beliau, bahwa atas maunya sendiri bertolak nanti dari Tidore untuk maksud yang utama dan kepada Menteri2 beliau tinggalkan kerajaannya untuk dijalankan oleh para Menteri, menjaga agar supaya berada aman dan damai. Menteri bersatu dan menerima baik yang dititahkan.
Lalu dengan sebuah perahu biduk beliau beserta beberapa pengawal dan pengikutnya bertolak dari pulau Tidore ke Halmahera tengah dan selatan, tiba pada sebuah tempat namanya Sismaake. Di sana Beliau turun dan berjalan kaki ke Akelamo. Di Akelamo beliau mendapat keterangan/ceritera dan mendapat saran dari orang di Akelamo, katanya jika beliau hendak melihat lautan sebelah (lautan di teluk Kao Halmahera), maka sebaiknya beliau melewati jalan di Dodinga, karena di Dodinga sangat dekat dengan lautan sebelah. Sri Sultan Mansyur kembali dari Akelamo menuju Dodinga dan dari Dodinga berjalan kaki ke Bobaneigo.
Di Bobaneigo bertemu dengan Sri Sultan Ternate Bernama “Komala“, (Admin; mungkin yang dimaksud adalah Sultan Ternate yang ke XVI). Kedua Sultan tersebut kemudian saling bertanya dan akhirnya menyepakati untuk membagi pulau Halmahera menjadi dua wilayah kekuasaannya masing- masing, yaitu Sultan Ternate berkuasa dari Dodinga ke utara sedangkan Sultan Tidore membatasi wilayah kekuasaannya dari Dodinga ke selatan.
Catatan Admin ; Pada kenyataannya hingga saat ini pulau Halmahera tepatnya di daerah (Dodinga) merupakan batas wilayah kultur antara kedua Kerajaan ini, yang saat ini dijadikan dasar oleh Pemerintah untuk menetapkan batas wilayah Kabupaten sejak jaman Indonesia merdeka).

Kemudian selanjutnya Sultan Mansyur berkelana menuju daerah Lolobata, Bicoli, Maba, Buli dan Pulau Patani. Di sana beliau minta supaya Kapitan2 dari Maba, Buli, Bicoli dan Patani turut dengan beliau ke pulau Gebe untuk menyelidiki pulau2 apa yang terapung di belakang pulau Gebe, antara pulau yang satu dengan lain (tidak berdekatan): “Papua”.
Pada saat itu juga Kapitan2 tersebut turut dengan beliau ke Gebe, terus ke Salawati, Waigeo, Waigama, Misowol, terus ke daerah yang disebutkan: Papua Gam Sio (Negeri Sembilan di tanah Papua) dan Mavor Soa Raha Empat Soa/Klan di Mavor). Sesudah itu Sri Sultan Mansyur dan Kapitan2nya kembali, singgah di Salawati, Waigeo, Waigama dan Misowol, dan disana beliau mengangkat Kapita2 berempat orang itu menjadi Raja setempat yang bergelar seperti dirinya (;Kolano), mereka berempat disebutkan “Raja Empat” yang masih dibawah naungan payung kekuasaan Sri Sultan Mansyur Sang Penguasa dari Tidore, dengan pengertian bahwa mereka berempat menjadi Raja itu harus mendengar perintah dari Sultan Tidore. Kekuasaan ke-empat Raja itu sampai di daerah yang disekitarnya yang kemudian disebut Papua Gam Sio dan dearah Mavor Soa-Raha”._
Catatan Admin ; Sumber / referensi tersebut di atas bila dikaji dengan menggunakan Analisa Historiografi, maka masih terdapat beberapa kelemahan, diantaranya :
1). Tidak jelaskan tahun berapa yang merupakan “tempos” atau kurun waktu kejadian dari apa yang diuraikan dalam sumber ini,
2). Tokoh sentral yang dijelaskan dalam sumber ini adalah “Sultan Mansyur”, namun yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah Sultan Mansyur yang mana?!, karena dari berbagai referensi yang saya telusuri dan hunting selama ini, bahwa terdapat 4 (empat) Sultan Tidore yang menggunakan nama “Mansyur” sebagai nama mereka, antara lain; pertama : Sultan Mansyur yang memerintah (tahun 1512–1526), kedua : Sultan Kie Mansyur yang memerintah (tahun 1547–1569), ketiga : Sultan Abdul Falal al-Mansyur yang memerintah (tahun 1700–1708), dan keempat : Sultan Akhmad-ul Mansyur yang memerintah (tahun 1822–1856). Terlepas dari itu semua, sejarah telah mencatat bahwa beberapa daerah diluar pulau Tidore, mulai dari Papua barat hingga pulau-pulau di selatan Pasifik pernah menjadi wilayah kerajaan ini.

Pulau Gebe Dan Sejarah Papua


Sejarah Papua Perlu Dikenal
Di Opini dalam Kamis, Oktober 16, 2008 pada 12:00 am
Oleh H. Rosihan Anwar*
Belum lama berselang saya baca buku dalam bahasa Belanda berjudul “Papoea Een Geschiedenis” (2004), tebal 670 halaman, ditulis oleh Dirk Vlasbom yang sejak tahun 1990 menjadi koresponden surat kabar NRC Handelsblad di Jakarta. (Kabarnya, edisi Indonesia buku Vlasbom sedang dipersiapkan penerbitannya oleh Yayasan Obor Indonesia, red.).

Untuk pertama kali Dirk sebagai wartawan mengunjungi Irian Jaya tahun 1991. Ia tertarik oleh apa yang dilihatnya dan didengarnya. Ia berkunjung kembali dan kembali. Sepuluh tahun lamanya. Akhirnya ia tuliskan bahan-bahan yang ditemukannya. Tahun 2004 terbitlah buku itu. Di sampul belakang tertera “Dengan karya sangat bagus ini pengarang menghadiahkan kepada orang-orang Papua sejarah mereka.”
Yang tidak saya tahu dan karena itu menarik ialah cerita berikut. Bulan Juni 1938 sebuah ekspedisi kapal terbang Amerika-Belanda yang dibiayai oleh miliuner Amerika Richard Archbold menemukan secara kebetulan lembah Baliem yang berpenduduk padat. Pengambilan gambar dari udara menunjukkan rumah kediaman, kebun, ruangan berpagar tempat memelihara babi dari penduduk yang berjumlah kl. 150.000 jiwa. Penemuan itu berdampak besar atas pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, Belanda meningkatkan aktivitas penjelajahan dan patroli. Bayangkan, barulah tiga tahun sebelum tamat riwayat kolonialisme di Hindia Belanda tersingkap adanya lembah Baliem dan penduduknya.
Banyak nama orang Papua disebutkan dalam buku ini. Misalnya, nama Frans Kaisiepo. Saya mengenalnya di Konferensi Malino bulan Juli 1946. Belanda mengirim Frans ke konferensi yang digelar oleh Letnan Gubernur Jenderal Van Mook itu sebagai wakil Nieuw Guinea. Belanda mengundang saya sebagai wartawan surat kabar Merdeka. Frans mengusulkan supaya sebutan Papua diganti, karena di daerahnya yakni di Biak perkataan Papua identik dengan “bodoh, malas, kotor”.
Papua diperlakukan oleh Kesultanan Tidore yang berabad lamanya menguasai bagian utara Nieuw Guinea sebagai budak. Frans minta agar Nieuw Guinea diganti menjadi Irian yang berarti “negeri yang panas hawanya.” Mulanya Belanda hendak mengirim Silas Papare ke konferensi Malino. Karena Silas sangat benci kepada “amberi,” yakni orang bukan-Nieuw Guinea seperti orang Maluku, maka sebagai penggantinya muncul Frans Kaisiepo. Silas termasuk golongan “Papua Merah-Putih.”
Tanggal 29 November 1946, di Serui Silas mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang akan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia di Irian. Kemudian Silas pergi ke Jawa. Presiden Soekarno mengangkat Silas Papare sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Di depan sidang MPRS dia berpidato tanggal 12 Maret 1967 mengenai pemboman desa-desa sekitar Monokwari oleh TNI, karena rakyat Irian memberontak, tapi menurut Silas rakyat melawan karena penderitaan ekonomi dan tidak ada hubungan dengan politik. “Kami orang-orang Papua hanya menghendaki kehidupan yang lebih baik,” ujar Silas Papare.
J.A. Dimara adalah putra Irian yang memimpin 35 sukarelawan yang mendarat di Teluk Etna 22 Oktober 1954. Waktu itu soal Irian Barat merupakan sengketa antara Republik Indonesia dengan Belanda. Di mara beserta kaum infiltran yang menyertainya bersembunyi di hutan ketika dikejar oleh marinir Belanda. Setelah beberapa bulan Dimara yang hanya tinggal punya dua orang pengikut menyerah di pos Belanda. Dia ditahan di Sorong, dijaga oleh marinir Belanda. Dia lolos dari penjara, tapi tertangkap juga. Di Hollandia dia dihukum 7 tahun penjara di Boven Digul. Bulan April 1960 dia dibebaskan, dibawa ke Pulau Gebe dan dari sana dijemput oleh orang Indonesia.
Tiba di Jawa Dimara sering dibawa oleh Presiden Soekarno ke rapat-rapat umum tentang mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Soekarno memuji-muji Dimara sebagai penyusup yang sukses ke Irian, padahal menurut keadaan sebenarnya Dimara sama sekali tidak berhasil dalam misinya.
Fritz Kirihio, lahir di Serui tahun 1934, adalah orang Papua pertama yang menempuh pendidikan Belanda, mulai dari sekolah desa di Japen di zaman Jepang hingga Universitas Leiden di mana dia belajar ilmu sosiologi. Belanda hendak mengadakan pemilihan umum di mana dipilih anggota Nieuw Guinea Raad. Fritz kembai sebentar ke Irian dan bulan Agustus 1961 mendirikan partai politik bernama Partai Nasional (Parna). Tujuan Parna ialah mempersiapkan kemerdekaan Papua dalam tahun 1970.
Setelah Presiden Soekarno mengucapkan pidato Trikora tanggal 19 Desember 1961, Fritz ditugaskan oleh pimpinan Parna untuk pergi ke Jakarta menemui pemimpin-pemimpin RI. Sebagai mahasiswa di negeri Belanda Fritz berteman baik dengan Kol Panjaitan, atase militer di KBRI Bonn. Dengan bantuan Panjaitan yang memberikan paspor Indonesia kepada Fritz tibalah Fritz di Jakarta. Dia bertemu dengan Jenderal A.H. Nasution di rumahnya di Jalan Teuku Umar. Dari sana dia dibawa ke Istana Bogor bertemu dengan Presiden Soekarno. “Fritz, saya tidak punya keberatan apa-apa terhadap orang-orang Papua, kalian adalah saudara-saudara kami, tapi orang Belanda harus pergi. Kalau kalian mau merdeka, kalian akan mendapatkannya dari saya, dan bukan dari orang-orang Belanda,” kata Soekarno.
Ketika Menlu Dr. Subandrio berunding di Washington dengan Van Royen tentang konflik Irian Barat di mana diplomat AS Ellsworth Bunker jadi perantara, dia mengundang Fritz Kirihio ikut serta, untuk memberikan nasihat tentang keadaan Papua, tentang bagaimana mengadakan plebisit di Irian nanti, apakah secara langsung ataukah melalui perwakilan? Pada penyerahan Irian oleh pihak Belanda kepada badan PBB UNTEA tanggal 1 Oktober 1962, Fritz berada di Hollandia. Subandrio memanggil kembali Fritz dan selama 9 bulan bekerja untuk Subandrio. Fritz dibawa serta oleh Subandrio ke RRT yang waktu itu bersengketa dengan India. Subandrio memperkenalkan Fritz kepada Mao Tse-tung. Orang ini dari Irian Barat, kata Subandrio. Mao menganggap hal itu menarik rupanya, lalu digenggamnya erat-erat tangan Fritz. Mao menghadiahkan buku karya lengkapnya, tiga jilid, kepada Fritz dan menuliskan huruf Kanji di dalamnya.
Apa artinya itu? tanya Fritz. Seorang juru bahasa bilang “Berbahagialah dalam hidup Anda.” Harapan Mao itu sayang tidak terlaksana, kata Fritz. Ketika Presiden Soekarno mengunjungi Irian Barat untuk pertama kali tanggal 4 Mei 1963 Fritz berdiri di Pelabuhan Kotabaru menyambutnya. Fritz juga hadir ketika Gubernur Irian Barat Bonay mengunjungi Presiden Soekarno pertama kali di Jakarta. Soekarno mengeluarkan dekrit presiden mengenai otonomi khusus untuk Irian Barat. Itu tak pernah dilaksanakan, dan itulah salah satu alasan kenapa rakyat Papua kini tidak mau tahu suatu apa tentang otonomi khusus, kata Fritz Kirihio.


Gebe, Pulau di Perbatasan yang Menyimpan Banyak Potensi

Tuesday, 25 August 2009
Catatan dari Lokakarya yang digelar Antam dan IPB

Senin siang kemarin, Koran ini berkesempatan mengikuti jalannya Lokakarya rencana pengembangan potensi Perikanan, Peternakan dan Pertanian terpadu di Pulau Gebe pasca kegiatan eksplorasi PT Aneka Tambang (antam) tahun 2005 silam.Apa saja yang akan dilakukan PT Antam untuk warga Gebe pasca eksplorasi?

Wawan Kurniawan, Weda. Sejak awal tahun 2009 silam, PT Aneka Tambang (antam) yang melakukan kegiatan eksplorasi bahan nikel di Pulau Gebe  Kabupaten Halmahera Tengah mengakhiri kontrak karya selama 30 tahun dengan pemerintah pusat yang dimulai 29 Januari 1981.       Secara resmi, kegiatan eksplorasi di Pulau dengan luas 7.356 Meter persegi memang telah dihentikan sejak tahun 2005 silam.  Gebe sendiri adalah sebuah Kecamatan Pulau dengan jumlah penduduk sebanyak 5.385 jiwa dan tersebar  di 6 Desa yang berada dalam wilayah Gebe.   Sebagian besar penduduknya sejak lama mengantungkan hidupnya pada perusahan tambang tersebut. Karena itu setelah kontrak selesai, banyak warga yang tak memiliki kemampuan lain selain bekerja di perusahaan pertambangan.

Hal inilah yang menyebabkan pihak PT Antam mencoba untuk memberdayakan masyarakat setempat agar bisa mandiri memanfaatkan sumberdaya alam selain tambang yang dimiliki oleh pulau yang berbatasan langsung dengan Provinsi Papu Barat itu. Dalam sambutanya yang dibacakan Asisten II Pemkab Halteng Sadik Soamole, Wakil Bupati Halteng, Gawi Abas  menjelaskan bahwa ada banyak fasilitas yang dimiliki oleh Pulau Gebe dan menjadi perhatian dari Pemerintah seperti  ketersediaan Bandara, Lapangan Golf, kolam renang public  serta berbagai fasilitas lainya yang dibangun oleh PT Antam.   Menurut Gawi potensi itu sebenarnya telah menjadi modal bagi pulau tersebut untuk dijadikan lokasi pariwisata. PT Antam sendiri sejak beberapa bulan lalu, melalui program Company Social Responsibility (CSR) milik PT Antam  bekerjasama dengan pihak Intitut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan penelitian, resources apa saja yang dimiliki oleh pulau tersebut selain hasil tambang.   Selama dua bulan pihak peneliti IPB melakukan penelitian, mulai dari sumberdaya Perikanan, Peternakan serta   Pertanian yang dimiliki Gebe. Hasilnya luar biasa, DR Sulistiono, peneliti perikanan dari IPB bahkan potensi perikanan karang yang ada disekitar pulau itu, hampir sama lengkap dengan koleksi ikan yang ada di perairan Raja Empat Papu Barat, yang konon terlengkap di Dunia.   ”Dari 750 spesies ikan karang yang ada di dunia, perairan Gebe meniliki 400 spesies, dan yang terbesar adalah ikan Kerapu (goropa), dan itu merupakan asset yang luar biasa untuk dikembangkan,”katanya semangat.

Senior Menejer CSA PT Antam, Ibrahim mengatakan bahwa, kegiatan ini sebenarnya, adalah wujid kepedulain dari PT Antam yang intinya bagaimana menciptakan kemampuan masyarakat untuk bisa meningkatkan taraf hidup dari segi ekonomi dengan memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki oleh Gebe, seperti perikanan, pertanian dan peternakan.   ”Ini baru langkah awal,yakni pemaparan hasil penelitian, IPB telah mempersiapkan berbagai program lanjutan,”jelasnya.

Hal senada disampaikan, ketua tim peneliti IPB, Prof  Hardiansyah, bahwa beberapa hasil penelitian yang dipaparkan kepada peserta yang terdiri dari unsur pemerintah, tokoh masyarakat, yang ada di Gebe Senin kemarin, saling terkait antara satu dengan lainya.

Dia mengambil contoh, dipilihnya ternak sapi sebagai salah satu target dibidang peternakan, karena kotoran sapi merupakan pupuk kompos yang paling baik dan murah jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk sintetis yang bisa berakibat kerusakan jika digunakan dalam jangka panjang.

Selain itu dari bidang pertanian ada banyak komuditi yang bisa dihasilkan dan sesuai dengan kontur tanah yang dimiliki Pulau Gebe,”bebernya.

Namun, tambahnya yang paling penting bagaimana merubah pemikiran masyarakat untuk bisa menjadi seorang pengusaha. Makanya pelatihan bagi masyarakat akan terus dilaksanakan.

Selanjutnya masyarakat akan diberikan tenaga pendamping baik dari IPB maupun masyarakat yang telah terlatih.”Jika ada yang telah berhasil maka masyarakat akan lebih terpacu nantinya,”yakinnya.

Adityawan Ahmad salah seorang peneliti perikanan dari Unkhair Ternate, yang hadir mewakili Unkhair menyatakan dukunganya. Namun ia juga menyayangkan pihak PT Antam yang kurang melibatkan Perguruan tinggi lokal padahal, dari segi kemampuan perguruan tinggi lokal memiliki tenaga lulusan dari perguruan tinggi terkenal seperti IPB.   ”Kalau melibatkan perguruan tinggi lokal kan secara otomatis menjadi tanggungjawab kami dalam jangka waktu panjang, karena kami memang berada di Malut,”jelas lulusan Pasca Sarjana IPB ini 

Inspirasi Oleh mba Arum untuk Pulau Gebe

Pulau Gebe terletak di ujung tenggara kaki Pulau Halmahera. Secara administratif masuk ke Kecamatan Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara dan terbagi dalam empat desa yaitu Sanafi, Kacepi, Umera, dan Omnial di Pulau Yoi. Secara geografis, Pulau Gebe ini relatif berada di ujung dan berbatasan langsung dengan Kepulauan Raja Ampat, Irian Jaya Barat.
Pulau ini tidak begitu luas dan dihuni oleh kurang-lebih 4.000 jiwa. Sebagian besar bermata pencaharian nelayan dan pengolah kopra, sisanya berdagang dan pegawai. Dulu, pulau ini sangat ramai oleh para pendatang mengingat salah satu perusahaan tambang nasional memiliki site di sini. Namun, seiring penurunan cadangan dan produksi, pulau ini mulai ditinggalkan. Perumahan-perumahan untuk karyawan yang dibangun, diberikan ke penduduk melalui pemerintah daerah.
Sekarang, hampir seluruh perumahan eks karyawan ini dihuni oleh penduduk lokal. Sarana transportasi ke luar berupa kapal laut Kieraha, kapal kayu untuk barang dan pesawat udara yang dilayani maskapai Merpati yang melayani rute Gebe – Ternate setiap hari Kamis dan Minggu.
GEBE… sejuta cerita tentang hidup disana..aku tumbuh jadi anak kecil yang kurus, rambut merah,item,ompong,dan sakit sakitan(yang baru kutahu sekarang nama penyakitnya asma bronkial)…
tapi ibu begitu hebat..mendidikku…untuk selalu mencintai apa yang ada disekitarku…dari mulai ayam(aku cinta ayam),pohon jambu biji,pantai utara plus kolam renang,,komplek gedung arisan,gedung pertemuan,,baksonya pak hasan basri (kak itha?),,salonnya bu Yus(bener g yh,,aku rada lupa nama tantenya),,pasar inpres..tk antam gebe( tempat aku main ayunan dari siang mpe sore bgt) dan sd antam plus guru2nya(bu ratna,bu puji,pak akhmad,pak hamid,pak hendra)..batu karang,,belalang,ular,,bubur Menado,papeda dan kuah ikan,temen temen anak antam,temen2 asli gebe(namek dan namuk..hehehehe)..
dari kecil aku dah punya bakat buat terharu dan tergugah kalo nemu hal hal yang menurutku inspiring…
Di TK antam gebe,,aku belajar buat percaya diri,belajar buat jadi pemimpin,,dan belajar buat punya rasa malu..aku masi inget banget,,aku sakit perut pas lagi jam olahraga.temen2 yang lain biasa di tungguin ibu atau pembantu tapi karena ga ada yang nungguin aku,,upz…aku BO**R dicelana..maluw banget,,tapi karen aku sendiri, masi dengan kepedean 45 aku maju dan ngomong ke guruku kalo aku BO**R di celana..xixixixixi.
Di SD yang penuh kenangan aku belajar banyak hal…pertama nasionalismeku kala itu bisa dibilang nyampe stadium 4(lanjut dan kronik,,)aku cinta indonesia banget,cinta pak harto bgt..aku bahkan rela kalo pas waktu itu ada panggilan buat wajib militer yang mengharuskan anak kecil terjun ke medan perang..wuuu…
Kedua,sekali lagi bakat kepemimpinan terasah disni,,jadi ketua kelas dari jaman kelas 1 ampe kelas 6.,,ampe muntah…aku suka kalo ngatur piket temen2ku,ngatur pembagian tugas mbersihin kelas dan halaman sekitar kalo hari jumat,ngechek absen,ngambil kapur dan pengahpus ampe bunga+vas dirumah,sering kutukar ma bunga+vas dikelas..biar ga bosen..
Ketiga,olah raga..jaman SD aku percaya kalo aku punya bakat jadi atlit yang berprestasi..jaman dulu seneng banget liat susi susanti(badminton)..main tenis,main voli,main kasti,cukalele,sepak bola,,dan terakhir SKJ dari tahun 94 sampe 96
Keempat,ini ni yang sebenernya rada jelek..aku arogan,,mw menang sendiri,,ngerasa punya backingan ibu yang jadi guru di situ)
aku jahil,,aku jahat ma temenku( kalo ada yang baca,,inget ga yh aku pernah ngejambak rambut akbar temen sd ku dulu Cuma gara gara dia nyentuh aku pake ujung pensilnya yang runcing?),,
tapi yang kelima, aku juga penyayang banget ma mereka,
main kasti bareng,,jalan dihutan,makan nasi kuning pak akhmad,ribetnya minta ampun kalo mw karnaval,,latian tenis bareng ma om hengky(gini,gino,randy,kak maya,mas adiet..masi inget aku g yh?),ikut arisan ma latian voli bapak ibu,,main terompet pas tahun baru,sepedaan muterin T2(red.te-dua)atau sampe mess biro,main di dermaga..punya petualangan seru ke pulau Yoi,ke tambang nikelnya antam,tanah merah,buli(belum pernah kesana dink,Cuma dengar dari bapak)..uh…full adventure…full pendidikan…full cinta…
sayang,,,semua mesti pisah…gara gara kerusuhan di maluku…aku ga bisa ikut EBTANAS pas jaman itu..alhasil bapak ibuku(dan bapak ibu temen2ku juga) berinisiatif buat mulangin kami ke negara asal masing masing(ceilah!gaye banget!!padahal ci sebenernya ke kampung masing masing)
sedih banget mesti pisah ma sahabat2ku,,ma hutan,ma pantai,angin,belalang,ulat2 serta kupu kupu disana..
sedih,,Cuma sedikit waktu yang kusadari kalo GEBE byk mendidikku..
Buat tumbuh jadi anak yang kuat,ga cengeng,loyal ma temen,jujur dan setia…
Buat tumbuh jadi perempuan yang menghargai arti inner beauty…
tumbuh jadi manusia yang paham kalo persaudaraan itu ga mesti karena punya jalur darah yang sama,persaudaran bisa tumbuh bahkan ketika bapakmu penjual ikan sedang bapak temanmu seorang kepala bagian.
Buat tumbuh dengan sadar sepenuhnya bahwa sedikit saja nafsu jelek di dunia,bisa merusak dunia kecil kami(sebagai anak kecil korban kerusuhan?kala itu )
Buat tumbuh jadi orang yang keras kemauannya tapi bisa begitu lembut..seperti angin siang hari di atas pohon jambu…bikin nyaman,,tenang..
mungkin banyak temen2 anak antam yang kini ga mengakui pulau kecil itu,tapi buatku…gebe lah sebenernya tempat tinggalku yang sesungguhnya..dengan sisa2 nasionalisme di hati ni,suatu saat nanti pgn balik kesana..pgn ngelakin sesuatu yang berguna buat orang orang disana..yang udah ngasih ijin buat pendatang sperti aku,keluargaku dan orang orang antam buat mencari penghidupan disana..
Dengan hati penuh rindu…untuk semua hal disana…suatu hari nanti,,

Pulau Gebe

Kepulauan Gebe adalah gugusan pulau yang teridir dari :
Pulau Gebe;
Pulau Fau;
Pulau Yoi;
Pulau Uta; dan
Pulau Sain
Umumnya daerah ini memiliki panorama pantai dan laut yang mempesona.
Pulau Gebe terletak antara 00 04’ 02” – 00 11’ 24” Lintang Selatan dan 1290 18’ 39” Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Batas alam Samudra Pasifik
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Raja Ampat - Papua
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Raja Ampat – Papua
Sebelah barat : Berbatasan dengan Kecamatan Patani
Dari ukurannya, Pulau Gebe dapat dikategorikan sebagai pulau kecil dengan panjang 44,6 Km dengan luas wilayah 153 Km2. Hal ini sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan UNESCO (1990) yakni pulau-pulau kecil memiliki ukuran ≤ 10.000 km2 dengan jumlah penduduk ≤ 500.000 orang.

Letak pulau ini memanjang dengan arah Barat Laut Tenggara. Di beberapa belahan Pulau ini terdapat sejumlah tanjung yakni Sebelah barat laut terdapat tanjung Safa, sedangkan sebelah selatan terdapat tanjung Elingejo, tanjung Magnonapo dan tanjung Ngetalngejo. Pantai Pulau Gebe kearah Utara Timur lebih landai dibandingkan dengan kondisi pantai arah Selatan Barat.

Bagian tengah Pulau Gebe terletak bukit Elfanoen dengan ketinggian 450 m diatas permukaan laut. Bagian selatan bukit ini membentuk tanjung yang lebar yaitu Tanjung Oeboelie. Bagian selatan Pulau Gebe juga melebar yaitu antara Toeli Kalio sampai dengan batas sebelah tenggara.
Ada dua daerah yang lebar yaitu bukit Elfanoen dengan lebar 6 km dan di sekitar daerah Toeli Kalio dengan lebar 6,8 km. Pulau Fau yang terletak di depan Desa Kapaleo dengan luas 4,6 km2, pada desa tersebut hampir seluruhnya mengandung endapan nikel.

Di pulau Gebe terdapat dua lokasi wisata pantai yakni Pantai Utara desa Kapaleo dan Pantai bagian selatan di desa Umera dengan partikel-partikel pasir halus. Pantai Umera adalah bentangan pantai berpasir diperkirakan ± 3 km. Dengan lebar pantai bervariasi antara 30 – 45 m.
Untuk mengunjungi gugusan pulau ini dapat dilakukan dengan dengan menempuh perjalanan laut dan udara.
Fasilitas transportasi yang digunakan adalah pesawat jenis cassa dengan rute penerbangan Ternate – Gebe PP dan Gebe – Lelilef PP. Selain transportasi udara, pulau ini dapat dikunjungi dengan menggunakan transportasi laut dengan rute pelayaran Ternate – Tidore – Weda – Patani – Pulau Gebe.

Pulau Fau adalah sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan pulau Gebe. Pulau ini biasa digunakan sebagai lokasi pemancingan yang menarik. Termubu karang dan pepohonan bakau yang masih terjaga merupakan panorama yang dapat dinikmati pengunjung sambil memancing ikan-ikan di perairan tersebut
Pulau Yoi merupakan salah satu pulau penghasil Kepiting yang sangat terkenal. Di pulau ini terdapat sebuah cekungan menyerupai danau yang digunakan sebagai tempat penangkaran kepiting (ketang kenari) dan ikan oleh masyarakat setempat. Jarak dari Desa Umyal ke danau kurang lebih 4 km.
Untuk mencapai pulau ini, pengunjung dapat menggunakan transportasi laut (loong boat) dari Pulau Gebe dengan jarak tempuh kurang lebih 2 mil dari pulau Gebe. Lama perjalanan kurang lebih 30 menit.
Pulau Uta adalah salah satu pesona menarik yang terletak di perbatasan Halmahera Tengah dengan Raja Ampat. Partikel pasir yang sangat halus, yang sering digunakan penyu untuk bertelur di malam bulan purnama.
Pulau-pulau ini merupakan hamparan zamrud diatas permadani laut kepulauan Gebe
.